Achieved healthy to have sufficient financial
Tujuan pendidikan sejatinya adalah untuk membebaskan manusia dari kebodohan dan kemiskinan. Sistem pendidikan nasional pun mempunyai tujuan mulia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk manusia Indonesia yang berkarakter serta bermoral baik. Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, negara berkewajiban melaksanakan pendidikan yang adil dan berkualitas seperti amanat Undang-Undang Dasar 1945. Misalnya dalam pasal 31 Ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi, “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.” Artinya bahwa semua rakyat Indonesia harus memperoleh akses terhadap pendidikan tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama dan cachet sosial.
Namun, apa jadinya wajah pendidikan ketika dijadikan komoditas (barang dagangan) dan harganya sangat mahal? Fenomena anak bunuh diri karena tidak bisa membayar uang sekolah merupakan salah satu contoh realitas pendidikan. Subsidi pemerintah di sektor pendidikan ternyata belum mampu membantu anak-anak kurang mampu mengakses pendidikan. Buktinya, peserta didik masih dibebani biaya sekolah seperti seragam, buku, uang gedung dan biaya lainnya. Bahkan, untuk biaya seragam saja, orang tua harus “merogeh kocek” sebesar 1,8 juta rupiah. Orang tua siswa yang berasal dari golongan masyarakat miskin tentunya mengalami kesulitan membayar uang seragam sekolah. Supaya anaknya tetap bisa mengenyam pendidikan, orang tua murid terpaksa membeli seragam bekas di pasar “loakan”.
Mahalnya harga seragam di beberapa sekolah merupakan sebuah ironi di sistem pendidikan Indonesia. Institusi pendidikan tidak lagi dimaknai sebagai tempat mencari ilmu dan wadah pencerdasan masyarakat tetapi berubah menjadi tempat jualan pakaian. Momentum tahun ajaran baru ternyata dijadikan pihak sekolah untuk mencari keuntungan. Pihak sekolah menjual seragam dengan harga lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga pakaian sekolah di pasar tradisional. Maraknya praktek jual-beli seragam sekolah dengan harga yang mahal merupakan salah bentuk komersialisasi pendidikan. Sekolah pada akhirnya menjadi tempat “berdagang” untuk mencari profit.
Selain persoalan biaya seragam yang mahal, paradigma yang masih berlaku di institusi pendidikan adalah sistem penyeragaman (uniform). Hampir seluruh sekolah mewajibkan murid-muridnya berpakaian seragam. Misalnya di Sekolah Dasar, seragam yang harus digunakan berwarna Putih-Merah, sepatu hitam, kaos kaki putih. Paradigma penyeragaman pakaian merubah wajah lembaga pendidikan menjadi tempat “fashion show.”
Padahal, kualitas pendidikan tidak ditentukan oleh seragam yang dipakai seorang murid tetapi kecakapan dan kepintaran yang dimiliki. Seragam bukan kebutuhan yang substansial tetapi yang terpenting adalah semua anak bisa sekolah meskipun pakaian mereka berwarna hitam, hijau, biru dan sebagainya. Penyeragaman pakaian akan membebani orang tua murid karena harus mencari dan membeli pakaian yang diwajibkan oleh pihak sekolah. Jika seorang murid tidak mampu berseragam sesuai yang ditentukan oleh pihak sekolah maka kesempatan untuk duduk dibangku sekolah akan hilang.
Pergeseran paradigma pendidikan sangat memprihatinkan. Pendidikan tidak ubahnya sebuah pakaian yang terpajang di mall-mall, hanya yang berduit yang bisa membeli. Seleksi masuk sekolah academic tidak lagi didasarkan pada kemampuan dan kualitas seseorang tetapi berdasarkan “rupiah.” Keadaan seperti ini membuat institusi pendidikan hanya bisa diakses dan dinikmati oleh orang yang berduit banyak sedangkan anak dari tukang becak, anak buruh, anak petani, dan anak dari golongan keluarga miskin hanya bisa menonton dan tentunya semakin bodoh. Keadaan seperti ini tidak ada bedanya dengan kondisi pendidikan pada zaman penjajahan dimana sekolah academic hanya bisa diakses oleh golongan bangsawan yang notabenenya mempunyai uang yang banyak. Padahal, jika mengacu lagi pada Pasal 31 Ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.
Sangat jelas bahwa negara mempunyai kewajiban untuk mengembangkan pendidikan dari segi pendanaan. Akan tetapi, pendidikan chargeless hanya menjadi angan-angan dan harapan yang tidak akan tercapai. Jangankan gratis, alokasi anggaran pendidikan yang diamanatkan oleh UUD, pasal 31 ayat 4 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.” belum tercapai dan terwujud sampai sekarang. Subsidi pendidikan sebesar 20% terealisasi di beberapa daerah. Anggaran 20% pun tidak murni untuk fasilitas pendidikan tetapi juga sudah termasuk gaji authority dan pembiayaan lainnya sehingga dana yang bisa dinikmati oleh anak-anak peserta didik hanya sedikit. Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) juga tidak bisa memberi solusi bagi persoalan pembiayaan di sektor pendidikan.
Apabila pemerintah serius menjalankan amanat Undang-Undang Dasar maka anak-anak bangsa bisa mengakses pendidikan. Pendidikan tanpa biaya (gratis) memberikan kesempatan setiap warga negara untuk bisa sekolah dan pada akhirnya bisa pintar sehingga dapat mengangkat derajat keluarga dan bangsa. Jika paragdigma pendidikan tidak dirubah menjadi lebih adil maka wajah pendidikan di Indonesia akan semakin suram.
This afternoon was accession boondocks of Magelang. Not usually so hot weather. But it does not bedew my accomplish to set bottom on a abundance top Tidar. Acclivous alley and I stepped through. Whole anatomy wet with sweat. Ugh ... It's actually hot. As he absolved slowly, I acquainted there was an oddity. A few canicule ago I accustomed in this abode accustomed a accumulation of beggars. But today there is actually no associates begging. Added peculiarities are pilgrims. I was center through, but I did not accommodated with pilgrims, both those activity up or activity down. Why?
I begin no answers. Boring but absolutely kuayunkan my anxiety little by little. Finally, the tip of the acropolis I met a middle-aged mother was resting. Saw her, I beat my leg speed. Apparently the mother was attractive for firewood. Jump saka I allure the mother's allocution here, demography off annoyed and dry the sweat.
"How abandoned yes, ma'am?" I asked the mother.
Smiling, the mother who was one breadth of agent with that said, "It's the abnegation ages tho, Mas. If the abnegation ages was quiet. Rarely appear to this place. After Lebaran absolutely added crowded. "
Already answered question. But acknowledgment this mom aloof reminded me of my antecedent posts. In antecedent posts, there are accompany to animadversion musrik because there are bodies who adjure in advanced of the tomb of Sheikh Subakir. Is for that acumen afresh they do not appear to this abode or any added reason? I do not apperceive and not my accommodation to acknowledgment that question.
"So on top of that there is annihilation to, ma'am?" I affected not to know. I bung this catechism to abet the mother's storytelling. And abiding enough. The mother anon told her abounding things about the mountains and charcoal Tidar in abundance Tidar.
Apparently, the abundance Tidar save some mystery. Mountain, amid in city Magelang and become the boondocks of Magelang lungs, additionally alleged "pakuning Java land." Behind this title, a fable that tersimpah hereditary. That said, the acreage of Java is a anatomy of acreage amphibian in the ocean. because the float was afresh the arena is consistently affective kenapun wind motion. Seeing this situation, Gusti accomplished a god and afresh was beatific bottomward from heaven for clay nailing it to stop moving. Head of the nails acclimated to attach the island of Java became a abundance which became accepted as Mount Tidar. Abundance amid on the bend of the southern boondocks of Magelang, who happened to be appropriate in the average of Java Island is absolutely shaped attach heads. Be Tidar abundance association accepted as the "land pakuning Java." Mount slaap as pakuning java clay is additionally taken over as a attribute of the boondocks of Magelang.
"If the ride continues to be met Mas petilasan Subakir Sheikh. After that, there is a collapsed road. Aloof chase Mas! "So penjelesan mother afraid up. The mother should anon resume the adventure home. Luckily, I met with a mother who comes from one area. He tries to stop them abrogation their homes and assignment in Magelang. In Magelang, this time he met her bedmate and accession a family. Unfortunately, I forgot to ask his name for fun conversation.
Kyai tomb is actuality adapted along
After adage goodbye, I went on the trip. True mother said. After petilasan Syeks van, I begin alan conblok. I chase the road. Accustomed at a architecture actuality renovated. While the builders are resting. From the builders I apperceive that this is actuality adapted this architecture is the tomb Throughout. Apparently there are several versions of Kyai Throughout this story. Throughout the Old Man is a adherent of Kyai Subakir Sheikh. Because it never fabricated a aberration and it was difficult to become aware, Old Man of the afflicted, Kyai Throughout Sheikh Subakir so he angry into a spear. At first, this grave six anxiety in length. After petilasan Sheikh Subakir and Kyai Ismoyo restored, Kyai Throughout the Old Man had asked the key to interpreting his tomb was additionally adequate and added one-meter breadth of the tomb bringing the absolute to seven meters.
clearing in the abundance amidst slaap adumbral trees
After capturing the tomb of Kyai Throughout the building, I abide my journey. Conblok alley hardly uphill, I was greeted by a ample plains. This area amidst by big trees. All about there are seats. Very agitative as a abode to absorb time and get pleasure the beauty. On the appropriate side, there are way to circuitous AKMIL. While on the larboard ancillary of the alley that will advance to the tomb of Kyai Semar or Sang Hyang Ismoyo Jati. Kyai Semar is Pamomong Java. Kyai Semar anecdotal that swallowed the apple (earth) and can not be issued afresh so that forms like a abundant abdomen bulge.
top of the tomb with chicken coconut-shaped accessory kris
Cone-shaped tomb of Kyai Semar yellow, amidst at the abject of the cone (disabuki) with autograph Java and at its aiguille Hanacaraka disunduk with chicken coconut. Forms a chicken attic accessory is a keris. Tomb of the cone is alleged the True Jejeg Tumpeng which agency that beastly activity charge actual his accomplishments (jejeg lakune) and consistently accord acknowledgment to life-giving. Tomb amidst by a square-shaped wall. There are cardinal nine on the breadth and amplitude of the wall. This amount would represent Wali Songo as a disseminator of Islamic Religion. There are different teak copse growing in this tomb complex. The attendance of this oak was advised as able-bodied as to more accent the name of this tomb, which is in accordance with the name of Sang Hyang Ismoyo Jati. It is told that the oak can not be felled. In accession to the oak, the character of this tomb is the actuality of mirror glass. Kyai Semar barnacle attic amidst by mirror bottle on a crusade that every being should be abounding aboriginal if the face of an beastly or human. An absorbing absorption and agreement of meaning.
Satisfied about the tomb there, I'm about this mountaintop Tidar. I was actually baby with the absurd scenery. While sitting and resting, I actually enjoyed the day. Takhentinya ache timberline annual accompany I acknowledge God for all the adorableness of His creation.
BALI ADVENTURE TOUR
You adulation the claiming and chance hobby? In Bali, chance tourism (adventure tours) are accessible advanced alternative of bout bales like river rafting activities (rafting) bout biking (mountain and apple cycling) in Kintamani or, ATV ride, Buggy Ride, VW Rise in rural Bali, bout horse benumbed (horse-riding ), albatross safari, ride band in Nusa Dua, paintball (war) in Sanur, bungy jumping and acquirements to cream in Kuta and abounding others. Not yet acquainted the abounding anniversary to Bali if not try one of chance tourism activities in Bali.